BeritahukumKesehatanpemerintahan

Nepotisme Struktur Jabatan Dewan Pengawas RSUD Umbu Rara Meha, Hasil Pansus DPRD Sumba Timur

27
×

Nepotisme Struktur Jabatan Dewan Pengawas RSUD Umbu Rara Meha, Hasil Pansus DPRD Sumba Timur

Sebarkan artikel ini

MUTIARAMEDIA.COM, SUMBA TIMUR – Panitia Khusus DPRD Sumba Timur membeberkan hasil kerja selama tiga bulan terhadap masalah pelayanan RSUD Umbu Rara Meha sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) maupun sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Berdasarkan hasil uji petik dan sidang bersama Manajemen RSUD Umbu Rara Meha, ditemukan Pengangkatan SK Dewan Pengawas tidak merujuk pada PMK No. 129/PMK.05/2020 dan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018, tidak melakukan proses seleksi terbuka atau pertimbangan profesional/keahlian, serta batas usia lebih dari 60 tahun dan menyalahi PMK No. 129/PMK.05/2020 pasal 19 ayat 2.

Pansus juga menemukan unsur konflik kepentingan dalam Proses perekrutan dan Pengangkatan Dewas dalam hal ini memiliki hubungan kekerabatan baik sedarah maupun hubungan yang timbul karena perkawinan dengan Kepala Daerah sehingga tidak adanya netralitas dalam pengelolaan manajemen dan keuangan BLUD RSUD Umbu Rara Meha.

Pansus menemukan adanya Rangkap Jabatan dalam Struktural Dewan Pengawas yakni jabatan Kepala Tata Usaha (KTU) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang juga mengelola keuangan daerah, serta jabatan Komite Pertimbangan Pegawai.

Demikian pula dengan Masalah Tata Kelola Manejemen Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu, Pansus menemukan bahwa tidak adanya Pemisahan Fungsi Manajerial sebagai BLUD dan Fungsi Administratif sebagai SKPD.

Terdapat keluhan masyarakat terkait keterlambatan layanan, alat medis yang rusak, dan stok obat yang tidak tersedia. Kondisi fisik bangunan, fasilitas rawat nginap dan ruangan tindakan tidak memenuhi standar pelayanan minimal, alat kesehatan mengalami kerusakan atau tidak berfungsi optimal.

Internal dan eksternal RSUD serta juga di temukan ketidaksesuaian data oksigen dan jumlah pasien yang berpotensi terjadi kerugian negara.

RSUD tidak sepenuhnya menerapkan prinsip BLUD yang fleksibel, akuntabel, dan professional. Regulasi pusat belum sepenuhnya dipatuhi dalam penyusunan SK pengangkatan pejabat RSUD maupun pengelolaan dana BLUD, serta ketidaksesuaian status hukum/aturan RSUD dengan pelaksanaan fungsionalnya (antara SKPD dan BLUD).

Terkait masalah Sistem Perencanaan, Pengadaan dan Pelaporan keuangan ditemukan adanya Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan RSUD yang tidak transparan dan tidak akuntabel baik dalam konteks RSUD sebagai BLUD.

Salah satunya Penyusunan Rencana tidak berbasis Keadaan Riil lapangan. Penyusunan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) BLUD tidak melibatkan seluruh unit/user terkait, terutama Perencanaan Anggaran belanja (RAB) BLUD yang tidak sesuai dengan Realisasi. (MM/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *