Beritahukumhumaniorakriminal

Tangani 15 Kasus Praktik Bom Ikan, Dirpolairud Polda NTT Tegaskan Jaga Ekosistem Perairan NTT

108
×

Tangani 15 Kasus Praktik Bom Ikan, Dirpolairud Polda NTT Tegaskan Jaga Ekosistem Perairan NTT

Sebarkan artikel ini

MUTIARAMEDIA.COM, KUPANG – Direktorat Polairud Polda NTT menangani sebanyak 15 kasus penangkapan ikan secara ilegal atau praktik destructive fishing selama pelaksanaan kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD).

Tercatat Penanganan kasus praktik bom ikan dalam tahun 2023 berjumlah enam kasus, tahun 2024 berjumlah tujuh kasus, sedangkan tahun 2025 berkurang menjadi dua kasus dan tempat kejadiannya di wilayah perairan Flores Timur, Sikka, Ende, Manggarai Barat, Kupang, dan Rote Ndao.

“Penanganan kasus praktik bom ikan tersebut bagian dari kerja keras dari personel gabungan Ditpolairud di semua wilayah Perairan NTT, dan upaya pencegahan telah dilakukan secara maksimal, termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir,” ungkap Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Pol. Irwan Deffi Nasution saat memberikan keterangan pers di Kupang, Kamis, 25 April 2025.

Selain penanganan praktik ilegal fishing, Personel Gabungan Baharkam Polri, Ditpolairud Polda NTT dan Satpolairud Polres Manggarai Barat berhasil menggagalkan penyelundupan 100 detonator di Labuan Bajo pada Maret 2025 lalu.

Tersangka penyelundupan detonator diketahui berinisial M yang berasal dari Sulawesi Selatan dan mencoba membawa detonator menggunakan kapal kayu.

“Dari 100 detonator ini bisa dirakit kembali menjadi 700 hingga 800 detonator kecil. Bayangkan dampaknya bagi laut dan terumbu karang kita,” tegas Kombes Pol Irwan Deffi Nasution.

Saat ini, kasus tersebut dalam proses pelimpahan berkas ke Kejaksaan. Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara hingga seumur hidup.

Ditpolairud juga berhasil mengungkap kasus destructive fishing di wilayah Sikka. Dua pelaku diamankan bersama barang bukti 156 ikan campuran, kapal, dan kompresor.

Modusnya, satu perahu melakukan pengeboman, sementara perahu lain datang kemudian untuk mengangkut hasilnya.

“Keduanya dijerat dengan Pasal 84 jo Pasal 8 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009,” jelas Irwan Deffi Nasution.

Demi mencegah aktivitas penggunaan bom ikan secara ilegal yang merusak terumbu karang di perairan NTT, Ditpolairud Polda NTT telah membentuk Bhabinkamtibmas Polair—petugas khusus yang bertugas memberikan edukasi ke masyarakat pesisir.

“Saat ini sudah ada 10 anggota yang ditempatkan di desa-desa pesisir untuk melakukan sosialisasi,” tambahnya.

Pasalnya, dampak dari destructive fishing bukan hanya kerugian ekonomi, tapi juga ekologis. Terumbu karang yang rusak membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk pulih kembali. “Kalau ini terus dibiarkan, kerugiannya bisa mencapai miliaran rupiah dan akan sangat merugikan generasi mendatang,” tegasnya.

Harapannya, upaya penindakan dan pencegahan yang terus dilakukan, Polairud Polda NTT berharap masyarakat berhenti melakukan praktik-praktik perusakan laut dan ikut menjaga ekosistem perairan NTT. (MM/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *