MUTIARAMEDIA.COM, KUPANG – Wakil Wali Kota Kupang, Serena Cosgrova Francis menyatakan komitmen Pemerintah Kota Kupang untuk menuju Kota humanis, setara, dan inklusi terlebih dalam memperjuangkan hak penyandang disabilitas, khususnya kaum perempuan.
Pemkot Kupang juga berpihak pada kelompok rentan, dan salah satu upaya nyata yang tengah dikaji adalah pengangkatan staf khusus dari kalangan disabilitas untuk memberi masukan dalam penyusunan kebijakan.
“Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) yang terus memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas dan menjadi suara bagi mereka yang kerap tidak terdengar. Data menunjukkan bahwa sekitar 9,4 persen perempuan penyandang disabilitas masih memiliki akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan reproduksi, dan tentunya sebuah tantangan besar yang harus dibenani,” ungkap Wawali Kota Kupang, Serena Cosgrova Francis saat membuka kegiatan Peningkatan Kapasitas Perspektif Disabilitas dan Review SOP Puskesmas yang digelar di Hotel Sahid T-More, Kota Kupang, Rabu, 21 Mei 2025.
Serena juga mendorong agar hasil diskusi dan pelatihan dari kegiatan ini dapat dilaporkan langsung kepada dirinya, agar menjadi dasar kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Ia meminta jajaran tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kapasitas dalam memberikan layanan ramah disabilitas, serta memastikan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit lebih aksesibel.
“Saya ingin agar puskesmas dan rumah sakit memiliki aksesibilitas yang layak—mulai dari ramp bagi pengguna kursi roda, pendampingan bagi tunanetra, hingga running text bagi teman-teman tuli saat berkonsultasi dengan dokter. Pelayanan harus benar-benar inklusif, bukan hanya indah di atas kertas,” tegasnya.
Selain itu, Pemkot Kupang juga sementara menjalin kerja sama dengan Kementerian UMKM untuk membuka akses pelatihan dan dukungan ekonomi bagi perempuan dan penyandang disabilitas, demi mewujudkan kemandirian dan pemberdayaan ekonomi
Ketua Umum HWDI, Revita Alvi, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif HWDI yang telah hadir di 34 provinsi dan 126 kabupaten/kota di Indonesia. Sejak tahun 2024, HWDI aktif mengadvokasi isu kesehatan, terutama kesehatan reproduksi, melalui Koalisi PRIMA (Peningkatan Representasi dan Inklusi Perempuan dalam Anggaran).
Terkait pelatihan juga bagian dari rangkaian empat hari kegiatan, dan hari ini memasuki hari ketiga. Fokus pelatihan adalah membangun perspektif disabilitas serta etika dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas bagi tenaga kesehatan dan pemangku kebijakan.
“Kami juga telah melakukan observasi di enam puskesmas di NTT, dengan tujuan mendorong perbaikan aksesibilitas dan akomodasi layak yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Kami ingin memastikan bahwa suara dan pengalaman langsung dari para penyandang disabilitas dapat menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan dan SOP pelayanan publik,” ujarnya.
Tujuannya untuk membangun pemahaman tentang disabilitas, menemukan solusi kebijakan yang tidak tumpang tindih, serta meningkatkan sensitivitas terhadap kebutuhan beragam disabilitas. Ia berharap kerja sama antara organisasi penyandang disabilitas, dinas kesehatan, dan puske
Harapannya dukungan layanan kesehatan yang lebih inklusif di NTT akan menjadi tonggak penting dalam membangun pelayanan publik yang adil, setara, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. (MM/Red)